Senin, 22 November 2010

Ketagihan Setelah Sukses Bikin Rombong Bubur Ayam


Secara prinsip sama-sama Pedagang Kaki Lima (PKL), namun gerobak penjual Kebab Baba Rafi dan es teh merek Tong Ji atau Teh Poci, bisa tampil beda jauh dari gerobak PKL. Perbedaan itu terlihat jelas dari gerobak yang tampak menarik, tampil keren karena bentuk dan warna lebih atraktif.

Menghasilkan rupiah dari karyanya membuat gerobak atau rombong sama sekali tidak terlintas dari benaknya. Tapi keberhasilan Arif Rachman Hakim, 35, memproduksi rombong ‘Buburku’, justru membuat alumnus Teknik Perkapalan ITS ini ketagihan.

Padahal, Arif mengakui, produksi rombong bubur ayam pesanan temannya itu hanya bermodalkan tekad, peralatan dan bahan dari usahanya dibidang advertising, ditambah kemahiran desain grafis yang dipelajari secara otodidak.

Itu semua bermula pada 2007 lalu, yang akhirnya mengubah bidang yang digelutinya. Kini, Arif berniat membantu mengubah penampilan para pedagang kuliner yang ada di dalam mal maupun yang berlokasi di halaman mini market, dengan keberadaan gerobak-gerobak yang keren.

“Biasanya pemesan sudah memiliki bentuk dan penampilan rombong sesuai yang diinginkan, kemudian saya tinggal mendesain. Bila cocok, akan dilanjutkan dengan produksi,” ujar Arif, warga Jl Raya Kemiri, Kota Sidoarjo, yang kini lebih dikenal dengan Mr Rombong, ditemui Selasa (20/7).

Namun, Arif mengungkapkan, terkadang pemesan sudah mempunyai spesifikasi dan desain sendiri. “Sehingga, saya tinggal produksi saja,” tutur produsen beberapa rombong ternama seperti, Kebab Baba Rafi, Teh Tong Ji dan The Poci ini.

Ia menawarkan tiga paket untuk produksi rombong, yang dibedakan dari besar kecilnya rombong, bahan-bahan yang dipakai dan bentuk desain. Paket pertama, rombong kecil atau disebut paket pemula dengan harga sekitar Rp 1 juta. Paket kedua, rombong KPK (Kios Praktis Keren), harganya mulai Rp 3,5 juta. Paket ketiga, rombong Fantasi nilainya antara Rp 5 juta hingga Rp 9 juta.

“Pengerjaan satu rombong biasanya butuh satu minggu, untuk rombong kecil modal yang dikucurkan bisa mencapai Rp 600.000-750.000,” katanya.

Kini menginjak tahun keempat, Arif yang dalam proses produksinya dibantu 23 karyawan, mampu mengantongi omzet antara Rp 60 juta hingga Rp 90 juta per bulan. “Setiap bulannya, saya memproduksi sekitar 30 hingga 50 rombong berbagai ukuran,” jelas suami Lia Hidayati, 30, dan ayah dari Radhi Rajendra Rafief, 8, dan Athalla Azmi Azarine, 7.

Dalam perkembangannya, Arief berniat melebarkan usahanya ke Malang. Rencananya, pada Oktober 2010 akan dibuka cabang desain dan produksi rombong merek Mr Rombong di daerah Blimbing, Kota Malang. Sebagai pimpinan cabang, Arief menunjuk salah satu anak buahnya yang telah memiliki dedikasi tinggi.

Untuk kreativitas desain, Arief memiliki strategi umum dalam mengenalkan desain dan produk rombong fantasinya. Yaitu, melalui online dengan blog www.mr-rombong.blogspot.com dan situs jejaring sosial Facebook dengan akun Mr. Rombong.

“Orang meminati karya dan produksi rombong karena saya selalu memberikan spesifikasi dan bahan baku pembuatan rombong, seperti kayu, besi, seng, papan, dan lainnya,” ungkap Arif, yang pernah bekerja sebagai teknisi di sebuah hotel dan mendirikan perusahaan advertising.

Toh keberhasilan usahanya itu tidak membuatnya lupa diri dan enggan berbagi. Dalam acara bedah buku karya Lupeng Magnum dan Samurai, tentang strategi bisnis dan usaha yang digelar di Harian Surya, Arief memberikan beberapa rombongnya kepada peserta terpilih.

”Harapan saya, karya ini bisa memberi manfaat orang lain yang berusaha. Pertama, membuat orang bertambah semangat karena usahanya tampil dengan rombong yang menarik dan kedua, bisa laris dikunjungi konsumen,” tandas Arief. surya.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar