Selasa, 23 November 2010

Menghias Untung dari Wadah Parcel


Ketertarikan konsumen terhadap parcel bukan terbatas hanya dari isi atau bagaimana pengemasannya. Kini, parcel tampil makin cantik berkat wadahnya. Alhasil, ragam wadah pun mulai diproduksi menggunakan bahan baku rotan, kawat, besi, hingga yang terbuat dari bahan limbah atau daur ulang.

Usaha yang paling menggiurkan menjelang Lebaran sekarang ini, salah satunya adalah bisnis yang berhubungan dengan parcel. Setiap memasuki bulan Ramadan, produk atau kerajinan tempat parcel menjadi jujugan mereka yang bergelut di usaha pengemasan parcel.

Seiring dengan perkembangan kebutuhan dan tren, wadah parcel tak lagi konvensional, baik bahan maupun modelnya. Kini, wadah parcel kian beragam, mulai dari rotan, kombinasi rotan dan besi, besi atau kawat, box kardus hingga yang terbuat dari bahan limbah atau daur ulang.

Diana Sari, warga Ngagel Surabaya yang biasa menerima pesanan parcel mengaku, jauh sebelum bulan Ramadan ia telah berburu contoh-contoh wadah parcel yang akan ia tawarkan ke konsumen.

Menurutnya, ketertarikan konsumen terhadap parcel tak hanya dari keragaman isi saja, namun juga bagaimana pengemasan dan pemilihan bahan dari wadah parcel itu. “Kalau wadahnya biasa-biasa saja mungkin konsumen tak ada kesan terhadap orang yang dikirimi. Namun jika ada sesuatu yang baru atau menarik, pasti akan selalu diingat,” ujar wanita 35 tahun ini.

Ia pun kini mengoleksi puluhan wadah parcel yang siap ia isi dan kemas atas permintaan beberapa konsumen. Selain wadah dari besi yang dihias dengan kain cantik, ada juga permainan rotan dan besi yang cukup menarik. Tak sulit baginya berburu wadah parcel tersebut, karena di wilayah Surabaya banyak ditemui penjual baik yang membuka di stan-stan di pusat perbelanjaan maupun yang membuka toko musiman.

“Kalau wadahnya saja sudah bagus dilihat, kita akan semakin mudah menata produk yang akan kita isi. Namun kalau biasa-biasa saja, isinya yang harus kita percantik. Yang penting saling mendukung,” sergah Diana.

Memang, produk-produk inovatif itu tak lepas dari siapa kreator di belakangnya. Selalu menciptakan kreasi baru terhadap produknya juga terus digali Rouli Dame Marbun. Perajin tempat parcel dan souvenir ini sebenarnya baru serius menggeluti usaha ini dalam dua tahun terakhir. Namun hasil kreasinya telah menyedot banyak pembeli dari berbagai daerah tak hanya dari Jawa namun juga luar Jawa, seperti Kalimantan.

“Bahan yang saya pilih adalah permainan besi atau kawat yang dikombinasi kain blaco, serta dirangkai dengan permainan bunga buatan. Tentunya, saya memperbanyak model agar konsumen tak bosan dengan bentuk yang itu-itu saja,” papar Rouli yang menempel merek Keziazoe pada produknya.

Menurutnya, kerajinan wadah parcel itu sendiri merupakan pengembangan dari usaha pembuatan souvenir pernikahan yang sebelumnya telah ia geluti. Awalnya, ia hanya mencoba membuat beberapa contoh tempat parcel, wadah hantaran, penutup makanan dan keranjang tempat air minum ukuran gelas.

“Tak disangka banyak teman-teman yang tertarik dan beberapa pengusaha pembuat parcel juga meminta. Itu membuat saya kian terdorong untuk terus menciptakan model-model baru,” ujar ibu dua putra kelahiran November 1976 ini.

Inovasi yang diterapkan pada produknya itu ternyata juga mampu menarik perhatian salah satu bank BUMN untuk mengangkatnya menjadi mitra binaan, tahun lalu. Kini, seiring dengan mulai ramainya pesanan ia memilih menyewa sebuah stan di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya agar lebih dikenal.

Soal produksi, Rouli masih mampu melakukan sendiri pembuatan kerajinannya di sela kesibukan sebagai karyawan di salah satu perusahaan kesehatan. “Namun kalau pas benar-benar mengejar deadline, saya juga dibantu keluarga. Dalam sehari saya mampu mengerjakan 5-6 piece,” ungkap istri Yono Soesilo.

Dengan harga jual mulai Rp 40.000-80.000 per piece untuk wadah parcel dan Rp 50.000-70.000 untuk keranjang air minum, rata-rata dalam kondisi normal omzet penjualannya di kisaran Rp 1,5-2 juta. Namun pada momen menjelang Lebaran seperti saat ini, omzetnya bisa menyentuh Rp 5 juta per bulan.

Memanfaatkan peluang pada momen-momen seperti Lebaran, juga dilakukan Mimi Jovita. Perajin yang memilih bahan baku kertas duplex yang dibalut dengan beragam kertas karakter seperti kertas buram (merang), kertas batik, hingga kertas limbah ini mengaku cukup kewalahan memenuhi permintaan wadah untuk parcel dan bingkisan.

“Box untuk bingkisan perlengkapan ibadah, kue kering, baju, banyak diburu menjelang Lebaran. Konsumen kebanyakan tertarik dengan tampilan dan kemasan dari box yang saya buat,” ujar wanita 28 tahun ini.

Menurutnya, awal ia mulai menekuni usaha itu muncul ketika ia belajar membuat kerajinan daun kering. Ia pun ingin sesuatu yang beda dengan memanfaatkan media kertas yang sangat mudah didapat dan harganya pun terjangkau.

Lambat laun hasil karyanya mulai mendapat tempat, hingga ia berani membuka stan di lantai dasar Royal Plasa Surabaya, dua tahun silam. Bahkan, ia juga telah menjadi mitra binaan bank pemerintah.

Kini, dengan dibantu 4 orang tenaga kerja, rata-rata ia mampu menghasilkan sekitar 40-50 piece kerajinan yang ia tempeli merek Chea Box itu. Produknya tak hanya diminati pembeli dari Surabaya dan Jatim saja, namun juga banyak permintaan dari Jakarta, Bali, hingga Kalimantan.

“Menurut mereka produk saya unik dan terbatas modelnya karena buatan tangan, harganya juga terjangkau yakni di kisaran Rp 15.000-90.000 per piece,” ujar ibu satu anak ini.

Ke depan, ia berusaha untuk terus mengembangkan kreasi tersebut, dengan menggali desain-desain terbaru dan bahan yang lebih beragam. Baginya, produk tangan tak pernah mati, karena memiliki keunggulan pada keunikan dan harga yang murah. surya.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar