Senin, 22 November 2010

Panen Rupiah dari Ranjang Palik


Keberadaan ranjang ukir palik di Madura, khususnya di Kabupaten Bangkalan, tetap eksis. Meski sekarang banyak model ranjang hasil kreasi teknologi dengan gaya glamour, ranjang kayu dengan ciri khas ukiran ini tidak lekang di makan zaman.

Warga Bangkalan di Desa Berbeluk, Kecamatan Arosbaya, sudah tidak asing dengan ranjang palik ini. Terlebih, ciri-ciri unik yang terdapat pada keempat tiang dengan ukiran melingkar sebagai penyangga ranjang, tidak pernah berubah sejak 1995. “Paling-paling hanya menambah ukiran di antara tiang penyangga,” ujar Toyyib, perajin ranjang ukiran palik, saat ditemui belum lama ini.

Pria yang telah menggeluti kerajinan ranjang palik 20 tahun silam itu menuturkan, pemberian nama palik dikarenakan pada keempat tiang penyangganya terdapat ukiran melingkar. Orang Madura menyebutnya palik (mulet, bahasa Jawa). “Dulu tidak ada hiasan ukiran lain selain di empat tiangnya,” jelasnya.

Selama bergelut di seni ukir ranjang palik ini, Toyyib mengakui, memang ada sedikit pergeseran terkait bahan dasar yang digunakan. Jika dulu, keberadaan kayu jati sebagai bahan dasar sangat mudah dijumpai, sekarang sangat sulit dan harganya melambung tinggi.

Untuk itu, ia beralih menggunakan kayu jenis akasia yang kekuatannya tidak beda jauh dengan kayu jati. “Kalau pembeli pesan ranjang dengan kayu jati, pasti ada. Tapi, harganya sangat beda dengan menggunakan kayu akasia,” terang Toyyib.

Untuk ranjang ukir palik yang menggunakan kayu jati, ia mematok harga Rp 4,5 juta hingga Rp 5 juta. Sedang ranjang dengan kayu akasia kisarannya Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta. “Setiap bulannya, selain bulan lamaran, saya bisa menjual 3 hingga 4 unit atau Rp 10 juta per bulan,” ungkapnya.

Biasanya, musim ‘panen’ bagi pengusaha seni ukir ranjang palik ini menjelang musim nikah (lamaran). Saat itu, dengan stok banyak, perajin bisa menjual ranjang lebih dari 15 unit setiap harinya. “Di musim ini, kami sering kehabisan stok,” terangnya.

Bukan hal yang mustahil mereka bisa menjual sebanyak itu dalam setiap harinya. Hal ini didasarkan pada kultur masyarakat Bangkalan, di mana saat musim lamaran di bulan-bulan tertentu, calon penganten pria harus membawa seperangkat perlengkapan rumah tangga.

Dalam budaya ini, pihak perempuan pasti telah menyediakan sebuah rumah kosong untuk calon pengantin. Mau tidak mau, pihak pria harus memenuhi atau mengisi semua kebutuhan di rumah itu. Mulai dari tempat tidur, lemari, kulkas, dan lainya.

Moh Amin, 38, warga Desa Langkap, Kecamatan Burneh, Bangkalan mengatakan, telah memiliki ranjang palik ini sejak 45 tahun lalu. Meski begitu, ranjang miliknya tetap kuat. “Ini sejak alamarhum bapak masih muda. Beliau membeli saat melamar ibu saya,” kata pria tiga anak ini.

Tidak hanya saat bulan lamaran, Toyyib menambahkan, bulan puasa juga menjadi berkah bagi perajin. Pasalnya, kebanyakan warga Madura adalah perantau. “Jadi, yang baru datang dari Malaysia dan Arab Saudi, langsung memesan untuk hadiah untuk keluarga di hari raya,” terangnya. Untuk pasar domestik, ranjang ukir palik diminati warga Jawa Tengah, seperti Jogjakarta dan Solo.

Ukiran Lebih Rumit

Harga mahal bukan hanya ditilik dari bahan bakunya, tetapi juga proses ukirannya yang terbilang rumit. Untuk empat tiang dengan guratan melingkar ke atas, pengukirannya tidak bisa dilakukan dengan alat otomatis. “Tidak bisa dengan mesin bubut. Harus dengan pahat,” jelasnya.

Pasalnya, batang kayu yang dijadikan tiang palik akan lebih kecil pada pangkalnya. Untuk sketsanya saja, harus dengan gergaji sebelum diukir dengan menggunakan pahat. “Setelah itu baru dihaluskan dengan ampelas,” ujar Toyyib.

Adapun ukuran setiap ranjang adalah 1,5 meter x 2,25 meter. Untuk tiang paliknya, tinggi 2 meter dengan diameter 12 sentimeter. “Tergantung pesanan. Yang penting ukurannya simetris,” ujarnya.

Muhyan, perajin lain mengatakan, selain melihat kayu, pembuatan ranjang palik juga tergantung pada proses pengukuran keempat sisinya. Ranjang akan tahan lama jika jarak pada keempat siku yang ditopang oleh tiang-tiang jaraknya simetris. “Harus jeli dalam hal ini. Ranjang akan tahan lama jika tepat ukurannya,” katanya.

Dalam mengembangkan bisnis ukiran ini, diakui Muhyan, kendalanya adalah modal. Ia berharap akan ada yang memberi pinjaman dengan bunga ringan. Kekurangan modal juga berpengaruh pada tahap penjualan hasil karyanya. “Jika pesanan sedang sepi, kami setor ke para agen (penjual) yang lebih cepat memasarkan. Karena mereka banyak relasinya,” tutur Muhyan.

Perajin Misrudin, 45, yang menggeluti ranjang palek secara turun-temurun mengaku, berusaha bertahan menekuni usaha ini. Di gerainya yang berlokasi di depan terminal Sampang, ia kini mempekerjakan beberapa orang ahli dari Jepara.

“Ini upaya saya mengembangkan usaha, dengan mengombinasikan ukiran Jepara dan Madura,” ujar Misrudin. Menurutnya, waktu pembuatan ranjang palik tergantung tingkat kerumitan desain. Tetapi paling lama sebulan.

Saat ini, kata dia, ada tiga jenis pembuatan ranjang palik di antaranya jenis loros (minim ukiran), Plengkongan (ukiran agak menonjol) dan pebbengan (carak lebih rumit dan ukiran banyak). “Untuk jenis lorosan harganya cukup murah Rp 1,5 juta, jenis plengkongan Rp 3 juta.

Sedang jenis penebbengan kita buat terbatas tergantung pesanan, harganya lebih mahal yaitu Rp 5 juta,“ jelasnya.

Sayangnya, usaha perajin Madura dalam melestarikan salah satu kekayaan budaya daerah, kurang mendapat respons positif dari instansi terkait. Paling tidak membantu dalam penguatan permodalan, pembinaan maupun di segi pemasaran. Sehingga, sentra kerajinan ranjang palik akan bangkit kembali sebagai produk unggulan yang dapat diandalkan

Kades Berbeluk Ajib mengungkapkan, kebutuhan modal menjadi keluhan perajin sejak lama. “Kebanyak orang lebih senang dengan kayu jati dan itu butuh modal untuk beli kayu jati,” jelasnya.

Pengusaha kayu dan pemilik sawmild, Syaiful, 35, warga Desa Bengsereh, Kecamatan Sepuluh, menuturkan, untuk jenis kayu jati, satu gelondong dengan diameter 10 sentimeter harganya berkisar Rp 750.000. “Itu sudah ongkos potongnya,” jelasnya.

Untuk mengurangi beban perajin ranjang palik, Camat Arosbaya, H Rachmad Yunus S mengatakan, pihaknya telah berulangkali memberikan sumbangan dari Pemerintah Kabupaten Bangkalan. “Sumbangan berupa alat-alat produksi seperti, pemberian mesin potong kayu dan pahat listrik. Jika didukung alat canggih maka akan meningkatkan produksi,” ujarnya. surya.co.id

1 komentar:

  1. sy suka banget ma ukiran nya satu hari nanti klu sy punya rumah d bangkalan pasti menggunakan ukiran yg kyak gni,,,

    BalasHapus