Senin, 22 November 2010

Uang Melekat dari Adu Kreasi Menempel

“Hari Gini Masih Over Gigi”, “Biar Butut Jago Ngebut”, “Jangan Tilang, Anak Jenderal”, “Team Pemburu Jablay”, “Motor Lunas Pacar Kandas”. Teks-teks di atas mungkin sekali waktu pernah menyita perhatian ketika berada di jalan. Maklum, teks-teks tersebut umumnya menempel di salah satu bagian sepeda motor atau vespa, di atas permukaan kertas berwarna-warni, atau dikenal dengan sebutan stiker.

Letak penempelan stiker memang disesuaikan dengan isi teks. Tujuannya satu, bisa menghibur yang membaca, sementara sang ‘empu’nya bangga. Rasa bangga tidak hanya dialami pemilik stiker kata-kata, namun juga pemilik motor.

Kebanggaan itu pula yang mendorong orang ramai-ramai mendatangi penjual dan penyedia jasa stiker yang belakangan bermunculan di beberapa ruas jalan di Surabaya. “Siapa sih yang nggak ingin tampil beda. Kalau saat berhenti di traffic light semua mata pada lihat motorku. Makanya, aku sering gonta-ganti stiker,” kata Endik Pratama, warga Surabaya, Kamis (15/4).

Sejak memiliki Honda Megapro dua tahun lalu, pelajar SMA di kawasan Semolowaru ini memang selalu mengubah atau menambahkan aksesori motornya, terutama stiker di beberapa bagian bodinya.

Hampir sepekan sekali ia bersama teman-teman sekolahnya menyempatkan diri mampir ke penjual stiker di kawasan Jalan Jemursari langganannya. Kalau ada yang menarik, Endik pasti menggaetnya.

“Atau kadang kalau ada ide apa, pasti saya serahkan ke penjualnya untuk dirombak,” ungkap pelajar yang tinggal di Rungkut ini.

Endik mungkin salah satu dari sekian banyak konsumen stiker yang biasa menghiasi motor kesayangan. Banyaknya penggemar stiker, membuat penjual dan penyedia jasa stiker tumbuh menjamur di hampir semua kawasan di Surabaya.

Gondrong, penjual stiker di depan SPBU Prapen Surabaya mengungkapkan, konsumennya sebagian besar anak muda yang gemar mengotak-atik dan modifikasi motor. Mereka ingin motornya tampil beda tak sekadar mengandalkan tampilan yang standar.

“Pelanggan saya justru lebih banyak yang sekaligus meminta menempelkan stiker ke motornya dibanding yang hanya membeli stiker eceran,” jelas pria 32 tahun ini.

Sambil membawa korek api serta jarum, untuk merapikan tempelan stiker yang direkatkan ke bodi sebuah skutik yang tengah dikerjakannya, ayah satu putra ini mengaku, telah menggeluti usaha ini sejak 8 tahun silam. Saat itu, penjual stiker di Surabaya belum banyak seperti saat ini.

Ia tak memiliki banyak pilihan untuk berjualan. Selama 8 tahun ini, ia hanya memilih pinggiran jalan Prapen, sebagai lokasi mengais rezeki. Awalnya, pria asal Lumajang ini hanya berjualan poster dan topi, dan baru coba-coba berjualan stiker. Namun ternyata justru stiker yang laku keras.

Ia pun memilih fokus berjualan stiker, sambil sesekali membantu memasangkan stiker atau scotlight di bodi motor pelanggannya. “Dalam perkembangannya, justru banyak pelanggan yang meminta jasa pemasangan stiker atau scotlight ke motor dibanding yang hanya membeli stiker. Karena kewalahan, sejak 4 tahun lalu saya dibantu seorang pekerja,” tandas Gondrong.

Pria yang tak pernah mau menyebutkan namanya ini mengaku, sebagian besar pelanggannya adalah anak muda pemilik motor yang suka modifikasi. Harga stiker yang ditawarkan beragam tergantung besar kecilnya, bahan stiker, warna, serta keunikannya.

“Ada yang Rp 1.000 per buah, namun yang ukuran besar sampai Rp 30.000 tergantung bahannya, sablon atau cutting. Untuk penjualan stiker sih saya tak mengambil untung banyak,” ujarnya.

Namun untuk pembelian plus pemasangan scotlight, Gondrong mengatakan, jasa yang ia patok lebih besar dibanding harga bahannya sendiri. Ia mencontohkan, untuk pemasangan scotlight yang hanya sebagian bodi motor atau hanya menutupi striping, rata-rata dikenakan Rp 50.000. Sedang jika pembeli ingin menutupi seluruh bodi motornya dengan scotlight, harga yang dipatok bisa Rp 250.000.

“Ini karena stiker atau scotlight yang digunakan untuk fullbody bisa mencapai 5 meter. Untuk yang ini warna hitam atau model transparan masih favorit,” sebut Gondrong, seraya menambahkan memberikan garansi satu minggu untuk pemasangan stikernya.

Dalam sehari, ia biasa menerima 4-5 unit pemasangan stiker untuk striping motor, sedang untuk yang fullbody rata-rata hanya 3-4 unit motor setiap pekan. Meski begitu, ia mengaku senang, karena penjualan stikernya cukup menjanjikan.

“Kendalanya kalau turun hujan, bisa-bisa langsung tutup. Selain itu, kita selalu was-was kalau-kalau ada petugas Satpol PP yang mengusir pedagang di pinggir jalan seperti kita,” ungkap Gondrong, yang mengaku dagangannya nyaris diangkut kendaraan petugas Satpol PP.

Terkait membanjirnya usaha sejenis, ia tak terlalu khawatir. Selama jumlah pemilik motor terus bertambah, usahanya pun akan terus eksis. “Yang terpenting layanan dan kualitas pekerjaan kita diterima konsumen,” imbuhnya.

Penjual stiker di kawasan Gedangan, Sidoarjo, Indra mengatakan, modal utama penjual atau penyedia jasa pemasangan stiker kendaraan bermotor seperti dirinya adalah ramah dan bisa merangkul pelanggan. Maklum, rata-rata konsumen adalah kalangan ABG dan remaja yang gemar memodifikasi motor.

“Namanya juga tempat jujugan anak muda, kalau nggak bisa masuk ke dunia mereka, bisa-bisa ditinggal pembeli. Hubungan pembeli dan penjual layaknya seperti teman,” papar Indra.

Pria 35 tahun ini mengaku, biasanya konsumen datang secara bergerombol dengan teman-temannya, meski yang membeli stiker atau berminat memasang scotlight hanya 1 motor. Namun, dengan keakraban yang dijalin dengan mereka, tak jarang teman-temannya akhirnya membeli stiker atau memasang scotlight motor ke tempatnya.

“Meski begitu, layanan dan teknik pemasangan stiker tetap yang utama. Jika pembeli melihat garapan kita rapi, menarik dan unik, pasti akan disukai,” jelas Indra, yang mengaku omzetnya di kisaran Rp 300.000-500.000 setiap hari.

Diakuinya, faktor tingginya peminat variasi motor dengan stiker atau scotlight itu, lebih didasari keinginan agar sepeda motornya terlihat lebih gaul dan keren. “Usaha variasi pemasangan stiker sama sekali tak bergantung pada musim tertentu. Kapan pun peminatnya terus ramai. Bahkan, bukan hanya sepeda motor, mobil pun juga mulai memasang stiker dan terbanyak angkot,” jelasnya.

Potensi Bagus, Untung Cekak

Berbeda dengan jasa penempel stiker, pelaku usaha pembuatan stiker justru tidak mengalami untung yang berlimpah. “Sebetulnya potensinya cukup bagus, jika dikembangkan. Namun untung yang diperoleh cekak,” ujar Fajar Adi, Jumat (16/4).

Alasan ini yang mendasari keputusannya untuk beralih ke usaha yang lain. “Dua bulan lalu saya berhenti membuat stiker pesanan. Sekarang saya fokus ke pembuatan dan sablon kaos karena keuntungan yang didapat lebih besar,” ujar pria 23 tahun ini.

Usaha stiker dan kaos dulunya berjalan seiring. Order sama-sama pesat, tapi keuntungan yang diperoleh lebih banyak ke pembuatan kaos sablon ketimbang stiker. “Tingkat kerumitannya sama njlimet, langkah pembuatannya hampir sama, tapi bathi (keuntungan) membuat stiker lebih kecil,” jelas Fajar.

Keuntungannya cuma Rp 200-1.000 per stiker, dengan pesanan minimal 100 biji. Bandingkan dengan kaos bisa Rp 10.000 per kaos. “Perputaran omzetnya juga lebih besar bisnis kaos ketimbang stiker. Meskipun keduanya sekarang sudah banyak kompetitor, tapi peluang menggarap bisnis kaos juga masih terbuka,” ujarnya.

Saat ini, Fajar bersama beberapa rekannya bisa meraup omzet hingga Rp 8 juta per bulan dari hasil bisnis kaos dan sablon kaos. “Modalnya dari kantong sendiri, kaosnya tidak pakai merek. Biasanya terima pesanan kampus-kampus,” kata pria yang membuka usaha di kawasan Barata Jaya III/27 ini. www.surya.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar