Senin, 22 November 2010

Gagal ke Afsel, Garap Pasar Lokal

Memang tidak semua perajin UKM yang ingin berkontribusi pada perhelatan PD 2010, bisa berhasil. Beberapa UKM asal Jatim gagal karena kalah bersaing dengan produk dari negara lain.

“Kerajinan UKM kita banyak terjegal produk China, karena kalah bersaing di tingkat harga. Meski secara kualitas lebih bagus, tapi selisih harga sangat jauh. Praktis, importir lebih memilih produk China,” kata Vanda Kristia Gayatri, perajin kayu motif tsunami.

Selama ini produk dengan label Gayatri Handicraft ini sudah banyak dipasarkan ke Eropa. “Tapi saya tidak ekspor langsung, produk-produk saya jual ke salah satu pedagang di Jepara dan merekalah yang kontinyu mengirim ke Inggris,” ujar wanita 37 tahun ini.

Gayatri Handicraft memiliki ciri khas liuk-liuk gelombang tsunami di setiap produknya. Semuanya terbuat dari kayu yang didatangkan dari daerah Menganti, Mojokerto, Lamongan. Ada kotak perhiasan, miniatur becak, sepeda motor, mobil, kapal hingga produk kerajinan kayu lainnya. Harga per pieces mulai Rp 75.000 hingga Rp 150.000.

“Kalau diekspor, harganya bisa berlipat-lipat. Marjin menjual kerajinan cukup menggiurkan, terutama jika diekspor. Sebetulnya besar harapan saya bisa bergabung dalam even piala dunia nanti. Sayangnya kita kalah bersaing,” keluh ibu dua anak ini.

Karyawan Universitas 17 Agustus 1945 ini mengungkapkan, saat ini kapasitas produksi per bulan rata-rata 5-9 meter kubik kayu, tiap 4,5 meter kubik kira-kira bisa menghasilkan 300 pieces barang. Jadi, sekitar 600 pieces. Itu pun karena orderan kita memang segitu,” papar Vanda.

Saat ini di bengkel dan showroom-nya yang terletak di Ambeng-ambeng Ngingas, Waru, ada sekitar lima tukang yang menggarap kerajinannya. Tukang bagian desain dan gergaji cuma satu orang.

“Saya buka usaha ini baru setahun lalu. Modalnya Rp 50 juta untuk beli bahan baku dan mesin gergaji, serta sewa dan renovasi gudang yang dijadikan bengkel, sekaligus showroom. Sewa gudang untuk tiga tahun dikenakan Rp 30 juta,” katanya.

Ide membuka usaha ini berawal dari sang suami, Bambang Wijanarko, 42, seorang teknisi menara BTS (base transceiver station). “Kebetulan suami tertarik dengan kerajinan kayu dan punya kenalan tukang yang punya spesialisasi membuat produk semacam itu,” kisah Vanda, yang kini omzet usahanya per bulan rata-rata Rp 10 juta, bahkan bisa sampai Rp 35 juta.

Meskipun urung memberikan kontribusi di perhelatan piala dunia, Vanda tak menyerah. “Saya ingin memaksimalkan pasar dalam negeri. Potensi pasar kerajinan di Jatim sebetulnya masih cukup besar, tinggal bagaimana kita pandai membidik selera konsumen,” imbuhnya.

Rencananya, pasar ke luar pulau tahun ini juga dijajagi. Perajin kayu serupa Gayatri Handicraft banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, seperti Jogjakarta, Solo, Purwokerto, Jepara. surya.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar